silahkan login untuk masuk ke forum
apabila anda belum terdaftar silahkan register dulu
good luck for all member

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

    Tanah Kuburan dalam Mitos Orang Bali

    persib aink
    persib aink


    Jumlah posting : 321
    Points : 678
    Reputasi : 8
    Join date : 25.05.11

    Tanah Kuburan dalam Mitos Orang Bali  Empty Tanah Kuburan dalam Mitos Orang Bali

    Post by persib aink Wed 20 Jul 2011 - 3:31

    [You must be registered and logged in to see this image.]
    Ada banyak mitos yang dianut orang Bali. Misalnya saja, ada hari
    tertentu saat mereka tak boleh menebang bambu yakni di hari Minggu. Atau
    berangkat ke tajen bila bertemu dengan orang hamil itu pertanda sang
    penjudi akan kalah. Masih banyak puluhan mitos lainnya yang tak bisa
    dihitung dengan jari.
    Diantara begitu banyak mitos yang dianut orang Bali, dan ini sudah
    dianggap sebagai pakem, salah satunya adalah yang menyangkut kematian,
    kuburan, dan sejenisnya. Mitos atau pamali yang berhubungan dengan
    ketiga hal inilah yang paling banyak dihindari.
    “Mencium aroma kuburan saja di seputar halaman rumah, atau di jalan
    sudah membuat orang Bali merinding,” ujar Dewa Naga, 57 tahun, yang
    mengaku berulang kali rumahnya dilempari orang dengan tanah kuburan.
    Biasanya, tanah kuburan itu tidak mesti diambil di kuburan yang
    sebenarnya. Karena kekuatan magisnya maka tanah pasir yang diambil di
    tepi pantai pun bisa berubah seolah-olah menjadi tanah kuburan.
    “Ini karena saat melewati kuburan tanah itu diberi semacam Ajian Aruti
    Mangala Prancata oleh mereka yang iri atau dengki kepada kita,” tegas
    Dewa Naga.
    Dampak dari model guna-guna ini adalah seluruh keluarga penghuni rumah akan berantakan, bahkan rejeki bisa menjauh.
    Menurut Dewa Naga, di antara mereka yang sampai sekarang merasakan
    dampak kejahatan guna-guna tanah kuburan adalah Ketut Badra, 40 tahun,
    tetangganya di Tojan, Gianyar, 25 km arah timur Denpasar.
    Badra sejak sepuluh tahun yang lampau tanpa sebab yang jelas, tiba-tiba
    saja mengalami sakit mengurus dan mengering tinggal tulang belulang.
    Padahal sebelumnya, Badra adalah lelaki tangguh yang setiap hari sanggup
    memanjat 10 kelapa di kampungnya.
    “Suatu siang dia mencium aroma kuburan di tepi sungai di ujung desa
    kami. Saat dia menengoknya, dia melihat ada periuk kecil berisi kembang
    sepatu hitam, cempaka hitam dan sejumput tanah kuburan yang ditenggarai
    adalah milik demit atau Gamang yang menghuni dasar sungai tersebut,”
    kisah Dewa Naga lebih lanjut.
    Ru[anya, ketika itu Ketut Badra tidak sadar kalau periuk kecil berisi
    sesajen itu adalah milik Gamang. Tanpa sengaja Badra menyepaknya dan
    periuk itupun akhirnya terpental masuk ke sungai.
    Seminggu kemudian stelah kejadian itu Badra bermimpi didatangi orang
    tinggi besar setinggi tiang listrik, kulitnya legam dan lidahnya
    menjulur.
    “Dalam kepercayaan orang Bali, itulah raja Gamang yang hidup di dasar
    sungai yang mengalir di timur kampung Tojan ini,” tambah Dewa.
    Sejak saat itulah, tepatnya 13 April 1995, Badra menunjukkan perilaku
    aneh. Dia tak berani keluar rumah meski siang hari sekalipun. Bahkan
    melihat sinar matahari lewat jendela kamarnya saja dia ketakutan seperti
    melihat macan di tengah hutan. Makannya juga semakin sedikit, bahkan
    kadangkala seminggu sekali baru mau makan.
    “Karena itu badannya semakin kurus bak tulang terbungkus kulit, matanya
    kosong menatap hampa kepada siapa saja yang ada didekatnya. Kami
    menyebut apa yang dialami Badra itu sebagai terkena Pekakas Gamang,”
    jelas Dewa.
    Setelah hampir setahun sakitnya belum ada tanda perbaikan,
    keluarganyapun menanyakan kepada orang pintar, persisnya seorang guru
    spiritual di Klungkung Bali. Disebutkan bahwa suatu siang Badra memang
    menyepak periuk Gamang yang isinya tanah kuburang sehingga dia menjadi
    terkena apa yang disebut sebagai sakit ngeb-ngeban, obatnya termasuk
    sangat sulit.
    Keluarga Badra pun menerima kenyataan itu dengan lapang dada, karena
    dalam pandangan orang Bali, sakit menahun akibat kutukan karena menyepak
    periuk bertanah kuburan itu memang sangat sulit obatnya.
    Sejak peristiwa itu, kehidupan sehari-hari Badra dulu riang, ramah
    menyapa siapa saja sahabatnya, sekarang ini tampak membeku, mirip mayat
    hidup. Keluarganya sudah kehabisan akal untuk menyembuhkan sakitnya.
    Mungkin seratus dokter, seratus dukun dan seratus orang pintar telah
    dihubungi untuk menyembuhkan penyakitnya. Namun tak satupun memberikan
    harapan yang pasti.
    Bagi orang Bali, tanah kuburan memang bisa membawa petaka pada siapapun
    yang tertimpa oleh kesialannya. Seperti juga yang dialami oleh Wayan
    Soper, 45 tahun, manajer salah satu hotel di Bali.
    Ceritanya, sekitar lima tahun yang lalu Wayan Soper punya kerabat yang
    meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat. Karena akan dilakukan Ngaben
    bagi si mayat, maka diputuskan oleh pemuka agama setempat di Bandung
    untuk hanya mengirim tanah kuburannya ke Bali, dan tidak perlu membakar
    jenazahnya.
    “Kami sebenarnya tidak setuju karena itu tidak lumrah, tapi keluarga di
    Bandung bersikeras agar tanah kuburan itu dikirim ke Bali,” papar Wayan
    yang asli kelahiran Mengwi Bali ini.
    Apa yang terjadi memang diluar akal sehat manusia. Akibat membawa tanah
    kuburan itu, sejak naik bus di terminal di Bandung, bus sudah
    menunjukkan gejala kurang beres. Memang nagas, ebelum masuk kota Jogya,
    bus yang ditumpangi utusan yang membawa tanah kuburan itu bertabrakan.
    “Terpaksa sang utusan berganti bus lagi, tapi tetap dengan membawa tanah
    kuburan itu. Anehnya, menjelang masuk terminal Jurang Asri, Surabaya,
    bus bertabrakan lagi. Kamipun berganti bus lagi,” kenangnya.
    Itu saja rupanya belum cukup. Menjelang masuk Kota Negara, bus yang
    ditumpanginya bertabrakan lagi. Akhirnya, merekapun berganti bus untuk
    ketiga kalinya. Untunglah sampai di Bali tanah kuburan itu tetap utuh
    tapi tiga bus telah jadi korbannya.
    Yang lebih sial lagi, begitu sampai di Bali, saat tanah kuburan itu akan
    diikutkan dalam upacara Ngaben, keanehan juga terjadi. Menjelang
    upacara memukur, isteri almarhum yang sebelumnya sehat saat masih berada
    di Bandung, tanpa mengalami sakit apapun tiba-tiba meninggal dunia.
    Tanah kuburan membawa sial juga dialami oleh Made Sudi, 47 tahun,
    tehnisi penyedia jasa tower telepon selular, kelahiran Tabanan Bali. Dia
    tidak menyepak periuk Gamang penuh tanah kuburan seperti Badra, atau
    membawa tanah kuburan dari Bandung, tapi berniat menyantet musuh
    bebuyutannya dengan menggunakan tanah kuburan sebagai medianya.
    “Menurut Mbah Dukun, saya mesti mencari segenggam tanah kuburan yang ada
    di tempat kampung musuh yang akan saya sanet itu,” tuturnya belum lama
    ini kepada Misteri.
    Made Sudi menyanggupi syarat itu. Dia pun nekad mengambil tanah kuburan
    di kampung tempat tinggal orang yang akan disantetnya. Namun karena
    kemalaman, dia tak segera bisa membawa tanah kuburan itu ke tempat sang
    dukun, tapi terlebih dahulu menyimpannya di meja yang ada di sebelah
    tempat tidurnya.
    “Tengah malam, tiba-tiba telinga saya mendenging dahsyat seperti
    disambar pesawat jet. Bahkan, karena peristiwa ini gendang telinga saya
    sampai seperti pecah, karena kerasnya suara itu. Dokter yang memeriksa
    saya setidaknya mengatakan demikian,” kenang Made Sudi.
    Alhasil, dia tak sempat lagi membawa tanah kuburan itu ke rumah dukun
    karena keburu harus mengobati telinganya. Sampai sekarang pun telinga
    sebelah kanannya masih sering kumat dan mengeluarkan cairan berbau
    busuk.
    Begitulah kepercayaan orang Bali terhadap tanah kuburan. Memang, tak
    sembarang saja dia bisa dimanfaatkan untuk mencelakai orang lain,
    salah-salah yang celaka malahan diri kita sendiri.

    (ARTIKEL di ambil dari MAJALAH MISTERI)

      Similar topics

      -

      Waktu sekarang Thu 9 May 2024 - 15:10